Tanah longsor besar di dataran tinggi Papua Nugini telah menewaskan sekitar 670 orang, menurut pemerintah negara itu. Orang-orang yang selamat dari desa Mulitaka di Provinsi Enga melaporkan mendengar retakan keras pada dini hari sebelum sebagian besar gunung runtuh. Mereka yang mendengar suara itu bisa melarikan diri, tetapi banyak yang masih tertidur dikuburkan.
Penyebab tanah longsor masih belum diketahui. Australia dan Selandia Baru telah mengirim para ahli untuk menyelidiki lokasi tersebut dan menilai risiko tanah longsor lebih lanjut. Sementara itu, penduduk setempat telah berusaha mati-matian untuk memulihkan mayat orang yang mereka cintai dari puing-puing.
Bencana itu telah meninggalkan jejak kehancuran, dengan rumah-rumah yang runtuh dan pohon-pohon yang tumbang. Terlepas dari tragedi itu, penduduk desa terus menunjukkan ketahanan, dengan beberapa bahkan mengumpulkan sumbangan untuk mendukung mereka yang menggali korban.
Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape, mengunjungi lokasi bencana dan menjanjikan bantuan. Namun, ia menjelaskan bahwa tanah masih tidak stabil, sehingga berbahaya untuk membawa alat berat karena takut memicu tanah longsor lagi.
Jumlah pasti korban sulit ditentukan karena banyak orang mengunjungi desa pada saat tanah longsor. Pemerintah awalnya khawatir bahwa hingga 2.000 nyawa bisa hilang.
Pasokan makanan dan air sedang dikirim ke daerah tersebut, dan pusat perawatan telah didirikan di dekatnya untuk mereka yang kehilangan rumah mereka. Meskipun kehilangan dan kehancuran yang sangat besar, penduduk desa bertekad untuk membangun kembali kehidupan mereka.