Inland Revenue (IRD) di Selandia Baru telah memberikan rincian banyak pembayar pajak kepada perusahaan media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk iklan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan privasi.
IRD mengklaim melindungi rincian ini melalui proses yang disebut “hashing,” yang mengubah nama dan informasi pribadi menjadi angka. Namun, beberapa ahli, seperti Associate Professor Gehan Gunasekara, mengatakan bahwa hashing tidak sepenuhnya melindungi identitas. Menteri Pendapatan Simon Watts menyatakan bahwa hashing aman dan tidak dapat diubah, tetapi para kritikus berpendapat bahwa ini sudah usang dan tidak sepenuhnya aman.
Pakar keamanan siber Jonathan Wright menunjukkan bahwa hashing dapat dibalik menggunakan alat online sederhana. Dia mengkritik klaim bahwa identitas sepenuhnya dianonimkan sebagai menyesatkan. Konsultan pemasaran Jack Yan menyebutkan dia telah memperhatikan kehadiran IRD di iklan media sosial selama bertahun-tahun dan berharap tinjauan saat ini akan mengarah pada perlindungan data yang lebih baik.
Wright menambahkan bahwa perusahaan media sosial mengontrol bagaimana data dibagikan, dan satu-satunya solusi nyata adalah menghentikan praktik tersebut, yang akan membatasi iklan bertarget. Dia percaya pembayar pajak harus memiliki lebih banyak pilihan dan perlindungan privasi.
Menteri Watts bersikeras bahwa IRD mengikuti pedoman keamanan informasi Selandia Baru dan terus meninjau prosesnya. Beberapa individu, seperti konsultan ketenagakerjaan David Buckingham, telah menyampaikan kekhawatiran tentang kurangnya transparansi dan pengetahuan tentang bagaimana informasi mereka digunakan.
Serikat Wajib Pajak telah menyatakan bahwa IRD melanggar privasi warga Selandia Baru. Kantor Komisaris Privasi mengatakan belum menerima keluhan privasi terkait hashing tetapi menekankan bahwa setiap lembaga harus memastikan perlindungan data, bahkan ketika berbagi dengan pihak ketiga.