Selandia Baru menyumbangkan hampir $19 juta untuk mendukung orang-orang di wilayah lahan basah Asia yang menghadapi tantangan perubahan iklim. Inisiatif ini bertujuan untuk mencegah populasi ini dari kebutuhan untuk pindah.
Dana tersebut ditujukan untuk proyek Mega-Delta Asia. Inisiatif ini berfokus pada pengembangan sistem pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim di daerah-daerah seperti Mekong di Kamboja dan Vietnam, Irrawaddy di Myanmar, dan Ganges-Brahmaputra-Meghna di Bangladesh dan India.
Nanaia Mahuta, Menteri Luar Negeri Selandia Baru, menyatakan pentingnya upaya kolaboratif inovatif untuk memerangi dampak perubahan iklim dan mengurangi emisi regional.
Kontribusi ini adalah bagian dari dana keuangan iklim Selandia Baru 2021, yang telah menyisihkan $1,3 miliar. Dana tersebut memprioritaskan aksi iklim di Asia Selatan dan Tenggara. Mahuta menjelaskan bahwa dana tersebut akan membantu baik di tingkat pertanian individu, menawarkan saran, dan pada tingkat sistem yang lebih luas, memberikan akses ke pembiayaan.
Wilayah lahan basah di Asia adalah rumah bagi lebih dari 170 juta orang, yang digambarkan Mahuta sangat rentan terhadap konsekuensi perubahan iklim. Isu-isu seperti kekurangan air, siklon hebat, dan kenaikan permukaan laut yang drastis mengancam keamanan penduduk ini.
Awal pekan ini, Selandia Baru juga menjanjikan $15,6 juta untuk program Energi Panas Bumi Indonesia, mendukung negara tersebut dalam mencapai tujuan energi terbarukan.
Selama waktunya di konferensi ASEAN di Jakarta, Mahuta berbicara tentang dampak nyata dari perubahan iklim yang dia amati di Selandia Baru dan daerah sekitarnya. Dia menekankan urgensi meningkatkan dukungan dan upaya kolaboratif untuk memerangi ancaman global perubahan iklim.
Perlu dicatat bahwa Bumi sedang mengalami suhu terpanas yang pernah tercatat. Data terbaru menyoroti lautan yang luar biasa hangat, suhu Atlantik Utara yang tinggi, dan rekor tingkat es laut yang rendah di sekitar Antartika.