Perdana Menteri China Li Qiang baru-baru ini mengunjungi Selandia Baru, menandai momen penting dalam hubungan kedua negara. Kedua negara bertujuan untuk mempertahankan hubungan yang stabil dan produktif, tetapi metode mereka berbeda. Pesan publik China ambisius dan optimis, berfokus pada peluang kerja sama. Selandia Baru, di sisi lain, lebih berhati-hati dan secara terbuka menangani masalah-masalah yang menantang.
Ini adalah perubahan dari kunjungan Perdana Menteri Li Keqiang pada 2017, ketika kedua belah pihak secara aktif mendorong kerja sama. Sejak itu, hubungan internasional menjadi lebih menantang, dan nada percakapan telah berubah. Perdana Menteri Selandia Baru, Christopher Luxon, menyarankan bahwa pertemuan itu sama-sama difokuskan pada kerja sama dan perbedaan.
Perdana Menteri Li mendorong Selandia Baru untuk memoderasi kritiknya dan fokus pada kerja sama, mengisyaratkan bahwa perbedaan dapat menghambat pertukaran dan kerja sama.
Pendekatan hati-hati Selandia Baru dapat dikaitkan dengan tiga alasan. Pertama, perdagangan antara kedua negara sudah mapan dan berfungsi secara efektif, berkat perjanjian perdagangan bebas 2008. China adalah mitra dagang terbesar Selandia Baru, dan sementara bisnis ingin mempertahankan akses pasar mereka, mereka tidak mungkin ingin memperluas eksposur mereka.
Kedua, perbedaan telah muncul yang berpotensi mengganggu hubungan, mirip dengan kehancuran antara Australia dan China. Selandia Baru secara terbuka mengkritik catatan hak asasi manusia China, masalah keamanan siber, dan campur tangan asing, dan masalah ini membutuhkan manajemen yang cermat.
Ketiga, kedua negara memiliki pandangan yang berbeda tentang tatanan regional dan lembaga multilateral. Seiring bertambahnya pengaruh China, China menjadi lebih kritis terhadap arsitektur keamanan regional yang diandalkan Selandia Baru. Selandia Baru telah merespon positif terhadap pengelompokan keamanan dan ekonomi baru, sementara China telah menentangnya.
Sementara Selandia Baru puas dengan mendukung hubungan ekonomi yang melambat, China tampaknya tertarik untuk mendorong hubungan ke depan. Perdana Menteri Li menyerukan peningkatan “kemitraan strategis komprehensif” yang ditandatangani pada tahun 2014, yang mungkin terlalu ambisius mengingat tantangan saat ini. Pendekatan hati-hati Selandia Baru dipandang sebagai kemenangan pragmatis dan tanda komitmen jangka panjangnya terhadap hubungan tersebut.